LANDASAN HISTORIS DAN FILOSOFIS PENDIDIKAN


LANDASAN HISTORIS DAN FILOSOFIS PENDIDIKAN

MAKALAH


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Landasan Pendidikan

Dosen Pembimbing :
Dr. H. Saraka,M.Pd

unmul_logo_large
                                                                                              
Disusun Oleh :
TAHER


PROGRAM PASCASARJANA KEPENDIDIKAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN

KATA PENGANTAR

                Bismillahirrohmanirrohim Alhamdulillahirobbilaalamin, puji syukur kehadirat kehadirat Allah SWT , Sang Pemiliki sirkulasi Waktu, Sang Maha Tahu, Sang Maha Pemilik Segala Ilmu atas ijin – Nya memberikan waktu kepada penyusun sehingga makalah berjudul Landasan historis dan filosofis Pendidikan ini dapat diselesaikan sebagai salah satu bagian tugas dari mata kuliah Landasan Pendidikan dibawah bimbingan yang penyusun banggakan yaitu bapak Dr. H. Saraka,M.pd.
Pembahasan makalah ini memasuki wilayah Landasan pendidikan yang ditinjau dari segi historis dan filosofis, diharapkan dengan memahami sejarah dan landasan filosofis pendidikan kita dapat memecahkan dan mengembangkan serta menjawab permasalahan dan tantangan dalam dunia pendidikan yang kita hadapi saat ini. Melalui tinjauan masa lalu yang menghasilkan sistem , yang sedikit banyak jika bukan seluruhnya, telah kita adopi saat ini dapat dijadikan landasan dalam rancangan pendidikan untuk masa depan tanpa meninggalkan pendidikan masa lalu. Sebagaimana dinyatakan oleh salah satu pakar pendidikan terkemuka dunia sebagai berikut:
masa lalu hanyalah masa lalu yang tidak lebih dari sebuah peristiwa. Jika hal itu seluruhnya telah pergi dan terjadi, maka hanya ada satu alasan yang masuk akal terhadap hal tersebut (sebagai bahan renungan) . Biarkanlah sukma terkubur bersama dengan jasadnya. Tapi ilmu pengetahuan terhadap masa lalu merupakan kunci  untuk memahami saat ini. Sejarah sesuai dengan masa lalu, tapi masa lalu tersebut ialah sejarah saat ini ”.
Sesungguhnya kesempurnaan hanyalah milik ALLAH SWT sang Maha Pemilik Hikmah dan Kebijaksanaan. Makalah sederhana ini tentu saja masih perlu penyempurnaan, untuk itu kritik dan saran perbaikan, kami harapkan demi penyempurnaannya, sekaligus menambah wawasan bagi kita semua. Terimaksih.

                                                                                                Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN
1. 1. LATAR BELAKANG
Sebagai guru  yang memiliki kesempatan dan menekuni dunia pendidikan serta sebagai salah satu pilar penggerak dan perancang pendidikan masa depan, kita memiliki pertanyaan besar yang dihadapkan ke kita tentang pentingnya penyelidikan terhadap sejarah pendidikan. Bagaimanakah peran dan tinjauan tentang sejarah pendidikan ? atau pertanyaan klasik yang krusial, bagaimanakah sistem pendidikan yang telah dilaksanakan di masa lalu ?  begitu pula pertanyaan – pertanyaan penting tentang sejarah pendidikan seperti berikut ini :
1.      Mengapa guru seharusnya menyelidiki sejarah pendidikan ?
2.      Bagaimanakah pengelola pendidikan dan para pendidik di masa lalu mendefinisikan ; kedudukan pendidikan, ilmu pengetahuan, pendidikan, sekolah, pengajaran dan pembelajaran ?
3.      Apakah konsep – konsep dari orang terdidik yang mendominasi selama periode sejarah pendidikan barat?
4.      Bagaimankah ide – ide pendidikan telah berubah melalui perjalanan waktu ?
5.      Bagaimanakah teori – teori pendidikan dan kedudukan para pendidik di dunia barat telah berkontribusi terhadap pendidikan modern ?
Mengapa ? mungkin kita bertanya demikian , haruskah kita peduli dengan masa lalu sementara konsentrasi dan kepedulian kita saat ini adalah apa yang harus kita lakukan dikelas kita besok ?
            Ide – ide John Dewey, salah satu filsuf pendidikan terkemuka dunia, menyarankan sebuah hal yang masuk akal untuk penyelidikan dan penggunaan sejarah (pendidikan) masa lalu. Kemudian dia, dalam bukunya Democracy and Education, menegaskan bahwa “ masa lalu hanyalah masa lalu yang tidak lebih dari sebuah peristiwa. Jika hal itu seluruhnya telah pergi dan terjadi, maka hanya ada satu alasan yang masuk akal terhadap hal tersebut. Biarkanlah sukma terkubur bersama dengan jasadnya. Tapi ilmu pengetahuan terhadap masa lalu merupakan kunci  untuk memahami saat ini. Sejarah sesuai dengan masa lalu, tapi masa lalu tersebut ialah sejarah saat ini ”.
            Dewey menyatakan bahwa kamu adalah kamu yang sekarang karena masa lalumu. Harapan – harapan dan permasalahan – permasalahan mu adalah hasil dari sejarah masa lalumu tersebut. Pandangan Dewey kemudian tentang pengalaman manusia menyarankan bahwa sejarah pendidikan akan bernilai dengan alasan – alasan sebagai berikut :
1.      Isu – isu dan permasalahan – permasalahan pendidikan berakar pada masa lalu oleh karena itu penyelidikan terhadap sejarah pendidikan dapat membantu kita untuk memahami dan memecahkan masalah – masalah kekinian.
2.      Usaha – usaha nyata untuk menata ulang dan mereformasi pendidikan  mulai dengan situasi saat ini, yang merupakan produk dari masa lalu kita; dengan menggunakan tinjauan dan telaahan masa lalu kita dapat merencang masa depan.
3.      Penyelidikan  terhadap pendidikan di masa lalu menyediakan dan menghadirkan sebuah pandangan yang menjelaskan menerangkan secara nyata akan kegiatan – kegiatan kita saat ini sebagai para guru atau pendidik.
Pencapaian terhadap penyelidikan sejarah pendidikan dari perspektif kepedulian kita terhadap  pendidikan saat ini barangkali akan membantu jika kita melihat dan belajar pada pengalaman para pendidik di masa lalu untuk menjawab pertanyaan – pertanyaan yang akan kita hadapi sebagai seorang guru.

1.2.     RUANG LINGKUP PEMBAHASAN
          Penyajian makalah ini memfokuskan dan membatasi pembahasan pada landasan historis dan filosofis pendidikan dari sistem pendidikan di zaman purbakala/primitif  sampai pada pengaruh pendidikan barat, yang dirincikan sebagai berikut:
1. Pendidikan pada Masyarakat Primitif.
2. Pendidikan pada Zaman Yunani Kuno.
3. Pendidikan pada Zaman Romawi Kuno.
4. Pengaruh Pembelajaran Arab (Islam) terhadap Pendidikan Barat.
5. Pendidikan dan Kebudayaan pada Zaman Pertangahan.
6. Pendidikan Humanisme Klasik Zaman Renaisance
7. Pendidikan dan Reformasi Keagamaan
8. Pengaruh Pencerahan Terhadap Dunia Pendidikan Barat













BAB II
PEMBAHASAN

1.    Pendidikan pada Masyarakat Primitif.
          Didalam rentang yang panjang hingga saat ini, manusia telah mengembangkan menciptakan, melanjutkan, dan mentransfer aspek kecakapan hidup dan budaya yang mereka miliki. Konsep budaya bertahan hidup inilah yang telah berlangung dari zaman prasejarah hingga saat ini, yang menjadi landasan / peletak dasar berdirinya sekolah – sekolah formal. Individu – individu/orang yang buta huruf atau tidak terpelajar menghadapi masalah – masalah dan tantangan – tantangan bertahan hidup (dalam artian luas) di lingkungan mereka yang  membenturkannya dalam menghadapi kekuatan alam, binatang, dan musuh – musuh lain manusia. Untuk bertahan hidup, sudah menjadi kodrat manusia pasti membutuhkan makanan, tempat bernaung/pemukiman, kehangatan, dan pakaian. Agar perubahan yang cepat dari lingkungan yang penuh tantangan didalam kehidupan yang berkelanjutan untuk tetap bertahan hidup maka manusia mengambangkan kecakapan hidup yang menjadi simpul – simpul dan rumusan  budaya yang dihasilkan (R.F.Butts, A Cultural History of Western Education. New York; McGraw Hill 1955,hal. vii – x , 1 – 8 )
          Agar budaya dari kelompok tertentu tetap berlangsung dan bertahan maka budaya tersebut harus di transfer dari kelompok tua dan dewasa kepada yang lebih muda atau anak – anak. Karena anak – anak belajar ;bahasa, kecakapan/keterampilan, ilmu pengetahuan, dan nilai – nilai sosial. Dapat dikatakan bahwa kegiatan mereka tersebut merupakan perwujudan nyata dari proses pewarisan konsep dan budaya serta landasan pendidikan. Pola dan rumusan awal pendidikan di zaman primitif meliputi ; 1)pembuatan alat atau instrumen, 2) adat istiadat dari kehidupan kelompok, dan .3) pembelajaran bahasa.
 Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan cakupan pendidikan pada periode zaman primitif.
Kelompok/masyarakat sejarah dan periode
Tujuan Pendidikan
Kurikulum
Agen
Pengaruh Terhadap Pendidikan Barat
Masyarakat Primitif
7.000 – 5000 sm
1.   Mengajarkan      kecakapan hidup kelompok
2.    merekatkan ikatan
kelompok
1.    Latihan keterampilan berburu, memancing dan mengumpulkan makanan
2.    Ketarampilan /Kemampuan bercerita, menyanyi, berpuisi, menari dan pengajaran mitos.
1.    Orang Tua
2.    Anggota Suku Tertua
3.    Pemuka Agama
Penekanan pada aturan – aturan pendidikan informal dalam pemahaman nilai dan keterampilan.

Dari pemaparan tersebut diatas maka dapat diasumsikan beberapa kesimpulan tentang Landasan Filosofis dan Landasan Historis Pendidikan, sebagai berikut :
a. Landasan Filosofis Pendidikan di Zaman Primitif :
Adanya kebutuhan untuk bertahan hidup dan mengajarkan kecakapan hidup sederhana untuk menghadapi dan memecahkan  masalah – masalah dan tantangan – tantangan di lingkungan yang  membenturkannya dalam menghadapi kekuatan alam, binatang, dan musuh – musuh lain manusia. Untuk bertahan hidup, sudah menjadi kodrat manusia pasti membutuhkan makanan, tempat bernaung/pemukiman, kehangatan, dan pakaian.
b. Landasan Historis Pendidikan di Zaman Primitif :
   Agar sistem pendidikan dan budaya dari kelompok tertentu tetap berlangsung dan bertahan maka hal tersebut perlu di transfer dari kelompok tua dan dewasa kepada yang lebih muda atau anak – anak. Karena anak – anak belajar ;bahasa, kecakapan/keterampilan, ilmu pengetahuan, dan nilai – nilai sosial. Dapat dikatakan bahwa kegiatan mereka tersebut merupakan perwujudan nyata dari proses pewarisan konsep dan budaya serta landasan pendidikan. Pola dan rumusan awal pendidikan di zaman primitif meliputi ; 1)pembuatan alat atau instrumen, 2) adat istiadat dari kehidupan kelompok, dan .3) pembelajaran bahasa.

2.    Pendidikan Pada Masyarakat Yunani Kuno
          Ahli – ahli sejarah dan pendidikan pada masyarakat barat sering melakukan tinjauan dan penelaahan terhadap Masyarakat Yunani Kuno lalu mengambil kesimpulan bahwa budaya dan sistem pendidikan Yunani Kuno merupakan sumber dan referensi asli / dasar dari pembentukan budaya Barat. Penyelidikan pada budaya klasik Yunani menerangkan dengan jelas terhadap masalah – masalah dan tantangn – tantangan yang dihadapi oleh para pendidik dimasa kini. 
          Beberapa pertanyaan mendasar yang seyogyanya dipecahkan pada pembahasan ini seperti ; 1) Apakah model – model (pembelajaran) yang bermanfaat sehingga materi belajar dapat ditiru dan difahami oleh  anak –anak /peserta didik ? 2) Bagaimanakah (sistem) pendidikan membantu dalam membentuk tatanan masyarakat yang baik? 3) Bagaimankah pendidikan merefleksikan perubahan sosial, ekonomi, dan kondisi politik ? Bagaimanakah pendidikan melayani manusia dalam mencari kebenaran ?
Butir pembahasan pada pendidikan pada masyarakat Yunani Kuno, sebagai berikut:
a. Pendidikan Homeric
b. Pendidikan para Ahli Filsuf ; Guru – guru Pengembara
·         Socrates dan Plato ; sebagai filsuf moralitas
·         Aristotle ; yang berusaha merumuskan fenomena alam secara rasional/akal dan menjelaskannya secara sistematis.
·         Isocrates ; Sang pendidik dan ahli retorika.

Secara detail dijabarkan sebagai berikut :
a.    Pendidikan Epik Homeric
Para generasi pembaca telah bergairah dan bersemangat dalam suasana tegang ketika membaca puisi – puisi epik dan heroik dari Homer, the Illiad and Odyssey. Puisi epik karangan dan rancangan Homer ini menetapkan tujuan pendidikan melalui cerita – cerita dan puisi heroik, sehingga melalui tokoh heroik yang ditunjukkan dan diperkenalkan maka anak – anak sebagai peserta didik dapat meniru dan memahami konsep – konsep kepahlawanan, sikap ksatria. Melalui pembelajaran tentang karakter  dan sifat dari para heroik tersebut anak muda Yunani akan belajar tentang ; 1) karakter, sifat, tingkah laku, ciri – ciri dan kualitas yang membuat hidup menjadi berharga. 2) tingkah laku dan karakter yang diharapkan menjadi anak muda yang ksatria. 3) kelemahan pada karakter manusia akan membahayakan diri sendiri dan orang lain.
Masyarakat Athena lebih menekankan pada nilai – nilai pengajaran kemanusiaan, rasionalitas, dan demokrasi guna membentuk tatanan sosial dan politik nya. Sementara itu ,Sparta sebagai musuh dan rival dari Athena , lebih menekankan pada pendidikan militer dan melaksanakan pemerintahan nya dengan nuansa militer yang diktator.
            Bagi Yunani, budaya – penyerapan dan partisipasi di dalam budaya – sangat penting daripada sekolah formal. Melalui proses budaya anak muda Yunani belajar menjadi salah satu unsur masyarakat dalam kehidupan sosial mereka. Kebanyakan di pusat – pusat kota Yunani pendidikan formal disediakan untuk anak – anak muda pria. Di Athena contohnya para anak putri umunya belajar tentang keterampilan dalam pengelolaan rumah tangga dan menjadi ibu rumah tangga yang terampil. Sementara itu, berbeda dengan yang dilakukan di Sparta, para putri muda Sparta lebih banyak bersekolah, yang meliputi latihan – latihan atletik yang berat dan melelahkan untuk mempersiapkan mereka menjadi ibu yang sehat bagi para prajurit masa depan Sparta.
b.      Pendidikan Para Filsuf
Di pertengahan abad 50 sm, perubahan secara global akan kondisi ekonomi berakibat pada berubahnya pula tatanan sosial dan pendidikan di Yunani, khususnya di Athena. Para tuan – tuan tanah yang kaya raya dan  aristokrat tidak lagi ditempatkan sebagai kelas yang tertinggi karena goncangan perekonomian yang melanda mereka. Perubahan sosial ini menghasilkan situasi dan kondisi baru bagi generasi baru pendidik yakni ahli – ahli filsuf.
Para filsuf tersebut menempati strata tertinggi ditatanan pendidik profesional yang diharapkan mampu menciptkan metode – metode pengajaran yang beragam pada kelas – kelas komersial di Athena dan Sparta sehingga menghasilkan generasi yang memiliki kemampuan intelektual dan kecakapan retorika yang handal. Para filsuf tersebut juga mengklaim bahwa mereka mampu mengajarkan ilmu dan kecakapan/skill apapun yang ingin masyarakat pelajari, bahkan mereka mampu berkontribusi dalam mobilitas sosialekonomi masyarakat  yang tidak mampu dilakukan para ahli sebelumnya, meskipun, malangnya,  ternyata ada beberapa diantaranya ialah filsuf palsu atau gadungan yang menyesatkan.
Ilmu seperti pengajaran tata bahasa, logika, retorika kemudian menghasilkan ahli – ahli retorika yang hebat, kesenian yang bebas, bahkan menghasilkan ahli advokat dan legislator yang handal.
Kehadiran para filsuf ini menjadikan dunia pendidikan bagi Yunani Kuno lebih terstruktur, berikut merupakan beberapa filsuf yang dimaksud ,yakni:
1.      Protagoras ;  metodenya meliputi : 1) presenter hebat dalam berdeklamasi sehingga mampu menjadikannya figur yang baik dalam berpidato. 2) ujian berorasi skala besar pada masyrakat digunakan sebagai model / tata cara berdeklamasi atau berpidato. 3) penyelidikan mendalam terhadap retorika, tata bahasa dan logika.4) latihan orasi bagi orator – orator muda yang kemudian akan dikritisi oleh para guru pengajar. 5) orasi publik yang dilakukan oleh murid di depa umum.
2.      Socrates dan Plato ; sebagai filsuf moralitas
Filosofi Socrates ialah etika sederhana yang menyatakan bahwa seseorang mencari dan menjalani kehidupan harus menggunakan moral yang  mulia dan budi pekerti yang baik. Socrates menyelam dalam alam pemikiran untuk menemukan prinsip – prinsip semesta terhadap kebenaran, keindahan, dan ketuhanan.
Plato , yang merupakan murid dari Socrates, mencetuskan ide tentang kebenaran dan nilai – nilai sejati. Teori Plato tentang ilmu pengetahuan ialah berdasarkan teori “ Reminiscence”  yang mana individu – individu diarahkan  untuk memanggil ide – ide dan kebenaran – kebenaran yang pada saat kini masih tersembunyi didalam pikiran. Teori ini menganggap bahwa jiwa seseorang, sebelum ia lahir, telah hidup di dalam sebuah dunia ide spiritualistis, yang tidak lain adalah sumber segala kebenaran dan ilmu pengetahuan.
3.      Aristotle ; yang berusaha merumuskan fenomena alam secara rasional/akal dan menjelaskannya secara sistematis.
Murid dari Plato yakni, Aristotle meupakan guru dan pembimbing dari Raja Alexander Agung. Aristotle mendirikan “the Lyceum” yaitu sekolah filsafat Athena. Dan menulis secara luas pelajaran seperti fisika, astronomi, pertanian, ilmu hewan, logika, etika, dan metafisika. Sebagai filsuf realis, Aristotle menganggap bahwa realitas diposisikan di dalam sebuah tatanan yang objektif. Objek, tersusun dari bentuk dan zat, eksis / ada secara independen dari pengetahuan kita terhadap objektif tersebut. Manusia merupakan perwujudan dari rasionalitas, Oleh karena itu mereka memiliki kemampuan megetahui dan mengobservai hukum – hukum alam yang membangun dan menyusun mereka.
Di dalam bidang pendidikan Aristotle meletakkan landasan teori pendidikan yang menyatakan bahwa komunitas yang baik didasarkan pada penanaman pada rasionalitas. Ia memandang bahwa pendidikan ditanamkan diantara dua elemen, yakni, rasionalita seseorang secara individu dan rasionalitas masyarakat.
4.      Isocrates ; Sang pendidik dan ahli retorika.
Isocrates adalah ahli retorika Yunani yang penting didalam sejarah pendidikan Barat karena dia mengembangkan pembangunan teori pendidikan yang baik yang berdasarkan kecakapan retorika dan ilmu pengetahuan. Bagi Isocrates, pendidikan mempunyai objektifitas yang mengandung peranan penting bagi pelayanan publik karena segala hal dan kegiatan yang disusun berdasarkan  koridor ilmu pengetahuan.
 Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan cakupan pendidikan pada periode Pendidikan Masyarakat Yunani Kuno .
Kelompok/masyarakat sejarah dan periode
Tujuan Pendidikan
Kurikulum
Agen
Pengaruh Terhadap Pendidikan Barat
Masyarakat Yunani Kuno
1.600  –300 sm
1.    Untuk menanamkan identitas tanggung jawab kewarganegaraan warganya
2.     Athena; untuk mengembangkan karakter mulia tiap individu
Sparta ; untuk mengembangkan para prajurit dan pemimpin militer.
Athena ; kecakapan membaca, menulis, aritmatika, drama, musik, pendidikan fisik, sastra dan puisi.

Sparta; latihan dan lagu militer serta taktik perang.
1.    Athena ; guru privat dan sekolah, filsuf
2.    Sparta;guru dan pemimpin militer
Athena; untuk mengembangkan karakter mulia tiap individu
Dan pendidikan bebas pada tiap individu

Sparta ; konsep militer terpusat.

Dari pemaparan tersebut diatas maka dapat diasumsikan beberapa kesimpulan tentang Landasan Filosofis dan Landasan Historis Pendidikan pada Masyarakat Yunani Kuno, sebagai berikut :
a. Landasan Filosofis Pendidikan pada Masyarakat Yunani Kuno.
Bagi Yunani, budaya – penyerapan dan partisipasi di dalam budaya – sangat penting daripada sekolah formal. Melalui proses budaya anak muda Yunani belajar menjadi salah satu unsur masyarakat dalam kehidupan sosial mereka. Kebanyakan di pusat – pusat kota Yunani pendidikan formal disediakan untuk anak – anak muda pria. Di Athena contohnya para anak putri umunya belajar tentang keterampilan dalam pengelolaan rumah tangga dan menjadi ibu rumah tangga yang terampil. Sementara itu, berbeda dengan yang dilakukan di Sparta, para putri muda Sparta lebih banyak bersekolah, yang meliputi latihan – latihan atletik yang berat dan melelahkan untuk mempersiapkan mereka menjadi ibu yang sehat bagi para prajurit masa depan Sparta.
Para filsuf menempati strata tertinggi ditatanan pendidik profesional yang diharapkan mampu menciptkan metode – metode pengajaran yang beragam pada kelas – kelas komersial di Athena dan Sparta sehingga menghasilkan generasi yang memiliki kemampuan intelektual dan kecakapan retorika yang handal. Para filsuf tersebut juga mengklaim bahwa mereka mampu mengajarkan ilmu dan kecakapan/skill apapun yang ingin masyarakat pelajari, bahkan mereka mampu berkontribusi dalam mobilitas sosialekonomi masyarakat  yang tidak mampu dilakukan para ahli sebelumnya, meskipun, malangnya,  ternyata ada beberapa diantaranya ialah filsuf palsu atau gadungan yang menyesatkan.
Ilmu seperti pengajaran tata bahasa, logika, retorika kemudian menghasilkan ahli – ahli retorika yang hebat, kesenian yang bebas, bahkan menghasilkan ahli advokat dan legislator yang handal.
b. Landasan Historis Pendidikan pada Masyarakat Yunani Kuno
Puisi epik karangan dan rancangan Homer ini menetapkan tujuan pendidikan melalui cerita – cerita dan puisi heroik, sehingga melalui tokoh heroik yang ditunjukkan dan diperkenalkan maka anak – anak sebagai peserta didik dapat meniru dan memahami konsep – konsep kepahlawanan, sikap ksatria. Melalui pembelajaran tentang karakter  dan sifat dari para heroik tersebut anak muda Yunani akan belajar tentang ; 1) karakter, sifat, tingkah laku, ciri – ciri dan kualitas yang membuat hidup menjadi berharga. 2) tingkah laku dan karakter yang diharapkan menjadi anak muda yang ksatria. 3) kelemahan pada karakter manusia akan membahayakan diri sendiri dan orang lain.
Masyarakat Athena lebih menekankan pada nilai – nilai pengajaran kemanusiaan, rasionalitas, dan demokrasi guna membentuk tatanan sosial dan politik nya. Sementara itu ,Sparta sebagai musuh dan rival dari Athena , lebih menekankan pada pendidikan militer dan melaksanakan pemerintahan nya dengan nuansa militer yang diktator.
         
3.    PENDIDIKAN PADA MASYARAKAT ROMAWI
          Pada saat Yunani sedang mengembangkan konsep – konsep budaya dan pandidikannya di belahan timur Mediterania, di sisi lain di belahan dunia Barat  Mediterania, yakni negara Romawi sedang menggabungkan dan mengkombinasikan kedudukan politik nya di Semenanjung Italia melalui wilayah Barat Mediterania. Di dalam perjalanan dari bentuk Negara Republik yang Kecil menjadi Kerajaan yang Megah dan Besar, Orang – orang Romawi terkonsentrasi dengan peperangan dan politik.
          Setelah bangsa Romawi mampu menciptakan dan membentuk kerajaan / imperium nya, kemudian mereka memfokuskan diri pada pembenahan administrasi, hukum, dan diplomasi/politik yang diperlukan untuk mempertahankan tatanan kerajaan yang telah mereka  bangun.  Jika bangsa Yunani terfokus pada filsafat, maka Bangsa Romawi justru sangat tertarik dengan pendidikan , politik praktis dan kemampuan administrasi. Pendidikan ideal bagi bangsa Romawi diberikan teladan dan contoh oleh konsep orator, yakni Isocrates. Orator Romawi merupakan orang – orang yang terdidik yang liberal dan berpandangan luas didalam kehidupan kemasyarakatan yang menjelma sebagai senator, pengacara, pegawai negeri sipil, dan politisi. Cicero dan Quintilian ialah tokoh yang sangat berpengaruh di zaman tersebut.
a.      CICERO ;  Sang Orator Ulung
          Cicero, yang merupakan senator yang berbeda dan unggul dibandingkan yang lain,  telah melakukan penyelidikan dan penelitian tentang tata bahasa, sastra, sejarah, dan retorika antara Yunani dan Latin. Dia menilai dan sangat menghargai antara kaum tua bangsa Romawi terhadap nilai – nilai praktis dan kegunaan sesuatu serta perhatian bangsa Yunani terhadap kemanusiaan dan kebudayaan bebas.
          Cicero menghasilkan sebuah karya, yaitu : “ de Oratore” mengkombinasikan konsep – konsep Romawi dan Yunani terhadap konsep manusia yang terdidik (Aubrey Gwynn, 1966). Konsep Romawi menyebutkan bahwa hasil – hasil latihan orator adalah dengan memenangkan  debat dan argumen – argumen di sebuah forum. Cicero menambahkan pandangan Yunani terhadap pendidikan retorika dengan menekankan budaya kebebasan dan universalitas atau humanitas. Cicero merekomendasikan bahwa setiap orator, sebagai manusia yang berfikir rasional, seharusnya dididik dengan seni kebebasan dan  seharusya menggunakan pendidikan yang mereka perolah untuk kepentingan masyarakat umum. Cicero juga menganjurkan pada para pendidik untuk mengajarkan unsur – unsur kebahasaan seperti tata bahasa, puisi dan sastra. Dia juga yakin bahwa untuk menghasilkan orator yang ulung dan hebat mestinya diajarkan juga pada mereka tentang seni bebas, etika, psikologi,ilmu pengetahuan militer,farmasi,ilmu alam,geograpi,astronomi,sejarah, hukum, dan filsafat, dengan penekanan pada pembelajaran sejarah. Cicero juga menekankan pendidikan moral dengan menggunakan aturan Hukum Dua Belas Tabe Klasik Romawi , yang diantaranya menyebutkan untuk menghormati orang tua, menjaga harta/tanah yang dimiliki, dan untuk melayani negara.
b.      QUINTILIAN ; Sang Guru Retorika.
Terlahir dengan nama lengkap Marcus Fabius Quintilianus (35 – 95 sm) yang bekerja sebagai asisten pengacara/ahli hukum yang merupakan landasan awalnya sebagai ahli retorika yang kemudian memberikan nya kedudukan sebagai ahli retorika latin pertama. Sebagai ahli terkemuka retorika Romawi, Quintilian mengabdi pada kerajaan Romawi. Selanjutnya, program – program pendidikan orator Quintilian ialah refleksi dari kenyataan – kenyataan yang terjadi di kerajaan / imperium Romawi, yang diatur oleh titah daripada keputusan kelompok / kesepakatan bersama yang membentuk suatu argumen retoris. Berbeda dengan Cicero yang merupakan abdi bagi senat Roma, Quintilian ialah juga sebagai seorang guru yang memimpin ranah pendidikan di zaman tersebut di Romawi.
Pada tahun 94 sm berdiri lah Quintilian’s Institute Oratoria yang memfokuskan pada teori retorika, penyelidikan tentang retorika, pendidikan retorika, kemampuan berdeklamasi dan berbicara di depan publik. Quintilian mengenalkan bahwa pembelajaran harus berdasarkan pada tingkat / taraf dari perkembangan dan tahapan pertumbuhan manusia. Adapun tingkatan yang dimaksud berdasrkan teori Quintilian ada 3 tahap yakni ;
Tahap Pertama,  ditahapan ini usia potensial untuk dilakukan pembelajaran berusia dari lahir sampai pada usia tujuh tahun. Anak diberikan kepedulian, perhatian dan dipenuhi segala kebutuhan dasarnya. Bagi orang tua dan pendidik perlu mempelajari pedagogi untuk memahami lebih mendalam tentang bakat anak juga harus secara terus menerus mengenalkan cara pengucapan yang benar dalam menggunakan bahasa dalam bebiasaan sehari - hari, termasuk menggunakan jasa pelayan / pengasuh dari Yunani, sehingga dengan mendengarkan dan memahami dari usia dini tentang cara pengucapan yang benar dan cara bertutur yang benar pula diharapkan menghasilkan anak – anak berbakat di bidang orator dan retorika di masa depan.
            Tahap Kedua, pembelajarn pada tahapan ini dimulai dari (7) usia tujuh tahun sampai dengan (14) empat belas tahun. Di tahapan ini, anak – anak belajar dari pengalaman – pengalaman yang bermanfaat, membentuk ide – ide yang jelas, dan melatih ingatan mereka. Anak – anak mampu menuliskan bahasa yang mereka gunakan dalam bertutur. Lebih lanjut para pendidik lebih menekankan pada pembelajaran menulis dan membaca. Para guru – yang kompeten – ahli membaca dan menulis dalam pengajarannya harus mengajarkan  bahasa tutur maupun tulisan dengan perlahan dan mendalam pemahamannya.
            Tahap Ketiga, pembelajaran diusia 15 tahun sampai dengan dewasa dan matang ini, Quintilian menekankan pembelajaran pada seni beraliran bebas serta tata bahasa Yunani dan Latin pada tingkat sekolah menengah atas. Termasuk sastra Yunani dan Romawi, sejarah,mitologi,musik,geometri,astronomi,dan gimnastik dipelajari juga.
            Setelah mempelajari tata bahasa dan seni bebas orator yang berpotensial lalu belajar tentang ilmu retorika, yang di aplikasikan dalam pelajaran drama, puisi,sejarah,hukum,filsafat dan retorika.
            Bagi Quintilian, kesempurnaan oratoris / retorika tergantung pada keluhuran moral dari sang orator itu sendiri (William M.Smail, Quintilian on Education.1966). untuk mempengaruhi publik pendengar atau audience orator seyogyanya harus dipercaya terlebih dahulu. Pemikiran, program dan teori – teori Quintilian secara signifikan diaplikasikan pada sistem pendidikan Barat pada sistem pembelajaran dan pengajarannya. Untuk mengantisipasi kebutuhan para pendidik modern terahdap perbedaan individual pelajar Quintilian merekomendasikan bahwa pembelajaran yang dirancang mestinya sesuai dengan kefahaman dan kemampuan dari pelajar/siswa. Dia juga merekomendasikan bahwa guru harus memotivasi para siswa serta dapar menciptakan dan mengkondisikan pembalajaran yang menarik dan attraktif.
Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan cakupan pendidikan pada periode Pendidikan Masyarakat Romawi .
Kelompok/masyarakat sejarah dan periode
Tujuan Pendidikan
Kurikulum
Agen
Pengaruh Terhadap Pendidikan Barat
ROMAWI
750 – 450 sm
·      Untuk mengembangkan pemahaman dan  tanggung jawab kewarganegaraan dalam sistem republik yang kemudian berubah menjadi kerajaan.
·      Untuk mengembangkan kecakapan pada tatanan sistem adminstrasi dan militer.
Bacaan , tulisan,aritmatika,hhukum dua belas tabel,hukum, dan filsafat.
Sekolah umum dan sekolah khusus, guru,sekolah – sekolah retorika.
Penekanan pada kemampuan untuk menggunakan pendidikan untuk pengembangan kecakapan administrasi, berkaitan dengan pendidikan dan tanggung jawab kewarganegaraan

          Berikut ini merupakan landasan filosofis dan historis pendidikan pada zaman Romawi:
a.      Landasan Filosofis Pendidikan Zaman Romawi
         Adanya kebutuhan dalam pembenahan administrasi, hukum, dan diplomasi/politik yang diperlukan untuk mempertahankan tatanan kerajaan yang telah mereka  bangun melalui pendidikan , politik praktis dan kemampuan administrasi yang diaplikasikan melalui pembelajaran retorika, oratoris yang kemudian di kembangkan oleh Cicero dan Quintilian di bawah kendali imperium.
b.      Landasan Historis Pendidikan Zaman Romawi
         Jika bangsa Yunani terfokus pada filsafat, maka Bangsa Romawi justru sangat tertarik dengan pendidikan , politik praktis dan kemampuan administrasi. Pendidikan ideal bagi bangsa Romawi diberikan teladan dan contoh oleh konsep orator, yakni Isocrates. Orator Romawi merupakan orang – orang yang terdidik yang liberal dan berpandangan luas didalam kehidupan kemasyarakatan yang menjelma sebagai senator, pengacara, pegawai negeri sipil, dan politisi. Cicero dan Quintilian ialah tokoh yang sangat berpengaruh di zaman tersebut.
         Cicero menghasilkan sebuah karya, yaitu : “ de Oratore” mengkombinasikan konsep – konsep Romawi dan Yunani terhadap konsep manusia yang terdidik (Aubrey Gwynn, 1966). Konsep Romawi menyebutkan bahwa hasil – hasil latihan orator adalah dengan memenangkan  debat dan argumen – argumen di sebuah forum. Cicero menambahkan pandangan Yunani terhadap pendidikan retorika dengan menekankan budaya kebebasan dan universalitas atau humanitas. Cicero merekomendasikan bahwa setiap orator, sebagai manusia yang berfikir rasional, seharusnya dididik dengan seni kebebasan dan  seharusya menggunakan pendidikan yang mereka perolah untuk kepentingan masyarakat umum. Cicero juga menganjurkan pada para pendidik untuk mengajarkan unsur – unsur kebahasaan seperti tata bahasa, puisi dan sastra.
Sedangkan Quintilian Pada tahun 94 sm berdiri lah Quintilian’s Institute Oratoria yang memfokuskan pada teori retorika, penyelidikan tentang retorika, pendidikan retorika, kemampuan berdeklamasi dan berbicara di depan publik. Quintilian mengenalkan bahwa pembelajaran harus berdasarkan pada tingkat / taraf dari perkembangan dan tahapan pertumbuhan manusia. Adapun tingkatan yang dimaksud berdasrkan teori Quintilian ada 3 tahap yakni ;
Tahap Pertama,  ditahapan ini usia potensial untuk dilakukan pembelajaran berusia dari lahir sampai pada usia tujuh tahun. Anak diberikan kepedulian, perhatian dan dipenuhi segala kebutuhan dasarnya. Termasuk menggunakan jasa pelayan / pengasuh dari Yunani, sehingga dengan mendengarkan dan memahami dari usia dini tentang cara pengucapan yang benar dan cara bertutur yang benar pula diharapkan menghasilkan anak – anak berbakat di bidang orator dan retorika di masa depan.
Tahap Kedua, pembelajarn pada tahapan ini dimulai dari (7) usia tujuh tahun sampai dengan (14) empat belas tahun. Di tahapan ini, anak – anak belajar dari pengalaman – pengalaman yang bermanfaat, membentuk ide – ide yang jelas, dan melatih ingatan mereka. Anak – anak mampu menuliskan bahasa yang mereka gunakan dalam bertutur.
Tahap Ketiga, pembelajaran diusia 15 tahun sampai dengan dewasa dan matang ini, Quintilian menekankan pembelajaran pada seni beraliran bebas serta tata bahasa Yunani dan Latin pada tingkat sekolah menengah atas. Termasuk sastra Yunani dan Romawi, sejarah,mitologi,musik,geometri,astronomi,dan gimnastik dipelajari juga. Setelah mempelajari tata bahasa dan seni bebas orator yang berpotensial lalu belajar tentang ilmu retorika, yang di aplikasikan dalam pelajaran drama, puisi,sejarah,hukum,filsafat dan retorika.



4.    PENGARUH PEMBALAJARAN ISLAMIS ARAB PADA PENDIDIKAN BARAT
          Pada abad ke 10 dan 12, Sistem pembalajaran Arab memiliki pengaruh nyata terhadap perkembangan pendidikan barat (western). Terutama sekali pada evolusi dari sistem sekolah abad pertengahan ( dibawah pemikiran filosofis pembelajaran menengah dan tinggi). Dari adanya persentuhan dengan pelajar – pelajar dan sarjana – sarjana dari Arab di Utara Afrika dan Spanyol, pendidik dari Barat belajar cara dan pemikiran baru tentang matematika, ilmu pengetahuan alam, farmasi, dan filsafat.
          Ilmu pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan yang lainnya dari Arab berakar dari refolusi keagamaan yang dibangun oleh Nabi Muhammad SAW yang telah mengenalkan Agama Islam. Yang kemudian disebarkan oleh pengikutnya melalui Afrika Utara dan Spanyol dan wilayah – wilayah lainnya. Beberapa kontribusinya antara lain : 1) pengembangan dalam ilmu pengetahuan matematika, 2) Penerjemahan literatur Yunani kedalam bahasa Arab.

5.    BUDAYA DAN PENDIDIKAN PADA ABAD PERTENGAHAN
     Tahun – tahun antara kejatuhan Roma dan bangkitnya era Renaissance telah ditandai oleh ahli – ahli sejarah sebagai abad pertengahan atau periode pertengahan. Era dari budaya dan pendidikan Barat ini mulai dari akhir periode klasik dari Yunani Kuno dan Romawi dan berakhir pada awal era modern.
     Periode pertengahan pertama – tama dicirikan dengan sebuah penolakan terhadap pembelajaran dan kemudian suatu kebangkitan kembali dari pendidik – pendidik sistem sekolah. Dengan tidak adanya kekuatan; kewenangan politik berpusat; tatanan kehidupan , , sosial kemasyarakatan, dan pendidikan telah dibawa dan diarahkan pada suatu tiruan dan penyatuan oleh gereja Katolik Latin dibawah pimpinan Paus di Roma.
     Selama periode ini, tradisi pembelajaran pada tingkat dasar diadakan oleh pendeta / jemaah gereja, koor nyayian gereja, sekolah – sekolah biara, di bawah arahan gereja pembantu/wilayah. Sedangkan pada tingkat menengah diadakan oleh, antara sekolah – sekolah biara dan sekolah katedral yang menawarkan sebuah kurikulum umum. Sekolah yang menyediakan pendidikan dasar juga sama baiknya dalam melakukan pelatihan  yang dilakukan oleh ahli serikat gereja dan juga pedagang. Para ksatria / prajurit menerima pelatihan mereka didalam taktik militer dan kode kesatriaan dan kesopanan di istana.Pada periode pertengahan ini dikenal pula tokoh pendidik yakni ; Aquinas.
     Aquinas : Pendidikan Sistem Skolastik
Pada abad ke 12 ini, pendidik pertengahan telah mengembangkan sistem skolastik, yakni suatu metode penyelidikan/inquiri, ilmu pengetahuan,  dan pengajaran.
     Para praktisi dan pelaku pendidikan pada sekolah dalam hal ini yang merupakan pengajar ialah para kaum pendeta dipanggil dan dipercaya dalam keagamaan dan dan menjadi alasan sebagai sumber pelengkap akan kebenaran. Mereka menerima kitab Injil dan tulisan – tulisan dari pendeta – pendeta / Bapa gereja sebagai sumber dari kata dan pernyataan Tuhan dan alasan sebagai manusia yang dipercaya. Ahli skolastik percaya bahwa pemikiran dan otak manusia dapat mengambil kesimpulan terhadap pelajaran jika memiliki sandaran dan sumber dari kitab suci mereka. Ketika ahli skolastik tersebut menemukan pekerjaan yang telah dilakukan oleh Aristotle dan dan filsuf Yunani lainnya yang mengadopsi sistem dan pembelajaran Arab, mereka akhirnya menemui permasalahan dan tantangan terhadap perdamaian dari tinjauan filsafat dan prinsip – prinsip keagamaan.
     Saint Thomas Aquinas, seorang ahli teologi Dominika, berkonsentrasi pada ajaran bahwa perlu mengkombinasikan dan mengupayakan penyatuan secara damai antara kepercayaan yang bersumber pada kitab Injil  dan prinsip – prinsip rasionalitas dari Yunani yang diwakili oleh ajaran Aristotle, dalam memahami hubungan antara tuhan dan manusia juga termasuk prinsip – prinsip ketuhanan agama kristen.
       Di dalam karyanya yang berjudul De Magistro atau Tentang Guru, Aquinas mendiskusikan dan menyebutkan pekerjaan guru salah satunya ialah mengombinasikan agama, cinta – kasih sayang, dan pembelajaran (John W.Donohu, St.Thoma Aquinas and Education.1968). Aquinas juga mengenalkan tentang pendidikan informal dan pendidikan formal. Menurut dia pendidikan informal harus menghubungkan penuh hati – hati dengan disiplin dari sekolah formal.
     Pendidikan informal meliputi semua agen dan pelaksana yang mungkin terlibat dengan siswa seperti keluarga, teman, dan lingkungan, yang dapat mengembangkan dan meningkatkan keunggulan dan kebajikan individu/siswa. Sementara itu, sekolah, sebagai pelaksana pendidikan formal melakukan proses pembelajaran melalui pembelajaran formal. Ia menyatakan bahwa guru harus memilih dan menseleksi bahasa yang efektif yang digunakan untuk menyampaikan pelajaran kepada siswa. Di dalam hal kurikulum Aquinas mengikuti tradisi seni bebas/liberal yang muatan kurikulum nya yaitu : Logika, Matematika, Filsafat alam dan moral, metafisika, dan teologi yang disusun bagi perguruan dan sekolah yang lebih tinggi.
     Para ahli skolastik dan Aquinas telah mendefinisikan ide – ide tentang makna pendidikan, ilmu pengetahuan alam, dan tujuan sekolah. Bagi ahli skolastik, ilmu pengetahuan bersumber dari dua hal sebagai pelengkap dan pendukung yang menguntungkan yakni : kepercayaan (keagamaan)  dan akal. Oleh karena itu maka sistem pendidikan yang disusun berdasarkan ajaran agama (kristen) yang bersumber dari kitab Injil dan diaplikasikan oleh unsur – unsur gereja. Dan sebagai tambahan bahwa akibat dari adanya peperangan salib maka terjadi persentuhan dalam bidang pendidikan dan kemudian sistem tersebut diadopsi yang berasal dari Sistem sekolah Arab dan Yunani Byzantine yang memiliki para  pakar pendidik seperti Aristotle, Euclid, Ptolemy, Galen, dan Hippokrates. Beberepa universitas yang berdiri antara abad 12  dan 15 masehi yakni ; Universitas Padua dan Universitas Naples di Italia, Universitas Montpellier, Orleans, dan Toulouse di Perancis, Universitas Oxford, Cambridge di Inggris, Universitas Erfurt, Heidelberg, dan Cologne di Jerman, Universitas St.Andrew dan Aberdeen di Skotlandia, Eropa. Dll.

6.    Pendidikan Humanisme Klasik Era Renaissance.
            Renaissance yang terjadi pada abad ke 14 masehi dan puncaknya pada abad ke 15 menjadi saksi terhadap ketertarikan manusia terhadap aspek – aspek ke manusiaan Yunani dan Latin. Zaman ini juga merupakan periode transisi antara era pertangahan dan era modern. Praktisi pendidikan yang beraliran humanis klasik Renaisance memiliki kesamaan dengan model skolastik abad pertengahan, menemukan para pendahulu dari ahli – ahli pendidikan mereka di masa lalu dan menekankan pada naskah – naskah klasik sebagai tolok ukur dan sumber sistem pendidikan mereka (artinya bahwa mereka mengadopsi dan memperbaharui sistem pendidikan dari Yunani, Latin bahkan Romawi) . Mekipun begitu, tidak seperti para ahli skolastik, pendidik beraliran humanis lebih tertarik dengan pengalaman – pengalaman kebumian manusia daripada pandangan bahwa Tuhan sebagai pusat dunia satu - satunya. Ahli yang ada pada periode ini seperti Dante, Petrarch, dan Boccaccio.
            Pengaruh dari Renaisance nampak sangat di Itali yang memfokuskan pembangunan dan pendidikan mereka pada bidang seni, sastra dan arsitektur, yang lalu memproklamirkan bahwa mereka adalah “penjaga ilmu pengetahuan”.
            Di sisi lain, pendidikan humanis klasik menantang model skolastik / sekolahan yang lebih dahulu ada. Pihak istana yang merupakan didikan logika skolastik tidak lagi menjadi model orang yang berpendidikan. Berikut ini salah satu pakar pendidik di era Renaissance:
            Erasmus :   Sang Pelopor Reformasi yang Kritis
            Dia yang lahir di Rotterdam , Belanda tahun 1465 – 1536 masehi merupakan pelopor sistem pendidikan sekolah klasik ala  Renaissance. Kritisinya tentang pembelajaran klasikal bahasa ialah dia menasehatkan bahwa guru seharusnya menghubungkan dengan baik antara pembelajaran bahasa dengan arkeologi, astronomi, etimologi, sejarah, dan kitab Injil. Alasannya ialah bahwa pada wilayah ini berkaitan dengan penyelidikan literature klasik.
          Berkenaan dengan pentingnya masa kanak – kanak, Erasmus merekomendasikan bahwa pendidikan bagi anak – anak  harus dimulai secepat dan sedini mungkin. Orang Tua memiliki tanggung jawab sangat vital bagi pendidikan anak – anak mereka. Anak seharusnya menerima pembelajaran denga cara – cara yang baik dan (seperti) mendengarkan cerita – cerita yang bermanfaat terhadap perkembangan kepribadian mereka. Erasmus yakin bahwa memahami makna dan isi lebih penting daripada penguasaan gaya dan tata bahasa. Siswa seharusnya mengerti makna melalui ; percakapan dari bahasa yang akan membuat pembelajaran menjadi menarik, permainan dan adu pertunjukkan juga dianjurkan.
            Erasmus sangat peduli dengan isi dan tidak hanya gaya yang tampak terihat dengan jelas pada metode pengajarannya. Bagi pengajar bahasa dia merekomendasikan, guru semestinya ; 1) mempresentasikan biografi pengarang, 2) menguji jenis – jenis tema dari pelajaran yang diterima siswa, 3) mendiskusikan alur dasar (cerita), 4) menganalisa gaya penulis, 5) memperhatikan pelajaran moral dari pelajaran yan dipelajari, 6) menjelaskan isu – isu filosofis yang timbul dari pelajaran yang dipelajari.
           
7.    Reformasi Keagamaan dan Pendidikan
            Reformasi keagamaan pada ke 15 dan 17 berhubungan dengan kritisi dari lembaga kaum humanis dari utara Eropa. Kebangkitan dari  kelas ekonomi / srata menengah dan bersamaan dengan kebangkitan kebangsaan nasional merupakan faktor yang juga sangat penting. Meskipun begitu, bagaimanapun juga, para pelaku reformasi keagamaan dalam hal ini agama Protestan seperti ; John Calvin, Martin Luther, Philip Melanchthon, dan Ulrich Zwingli mencari kebebasan bagi dirinya sendiri dan pengikutnya dari kekuasaan Paus dan merekonstruksi doktrin dan bentuk keagamaan yang mereka yakini.para pereformasi ini dikenal dengan aliran humanisme klasik yang mencari cara untuk mengembangkan lembaga dan landasan filosofis pendidikan yang akan mendukung ketercapaian reformasi keagamaan mereka secara total.
            Pereformasi Protestan ini secara signifikan membentuk / membingkai pengembangan filosofis dan lembaga pendidikan pada masa tersebut. Banyaknya bermunculan sekte – sekte keagamaan mampu mengembangkan toeri – teori pendidikan mereka sendiri, mendirikan sekolah – sekolah mereka, menyusun kurikulumnya, dan mencari jalan untuk meyakinkan anak – anak mereka terhadap kebenaran ajaran dari reformasi keagamaan (Kristen Protestan ) yang mereka yakini dan diajarkan kepada mereka.
            Pengaruh kuat secara umum dari Reformasi Protestan terhadap pendidikan adalah sebuah dorongan terhadap tingkatan kesustraan yang lebih luas diantara segenap masyarakat. Kebanyakan dari pereformasi tersebut memaksakan bahwa orang – orang yang beriman / percaya harus membacakan  kItab Injil dalam bahasa ibu (daerah)  mereka.
            Komitmen untuk mempertahankan kepercayaan juga memiliki peranan penting dengan menggunakan metode yang mudah diingat dan menarik dari pembelajaran keagamaan seperti penggunaan sebuah buku yang merangkum prinsip – prinsip keagamaan Kristen yang diinterpretasikan dengan satuan – satuan yang beragam kedalam bentuk pertanyaan  dan jawaban yang sistematis. Metode ini diyakini bahwa sebagai suatu hasil dari metode yang menarik dan mudah maka dalam hal menghafal / mengingat pelajaran siswa dapat menyerap prinsip – prinsip keagamaan yang mereka yakini. Sekolah – sekolah Vernakular (lembaga pendidikan dasar yang menawarkan kurikulum ; membaca (reading), menulis (writing), aritmatika, dan agama) digunakan untuk menciptakan kelas – kelas dasar dari sastra, pembelajaran bahasa yang merupakan alat komunikasi dari komunitas tersebut.
          Sekolah Vernakular (sekolah di daerah yang mengajarkan bahasa daerah)  di Inggris, contohnya, menggunakan bahasa Inggris dalam pengajaran bahasanya, juga bermacam – macam jenis sekolah menengah yang dipertahankan untuk mendidik kelas yang lebih tinggi di Latin dan Yunani. Pembelajaran gimnastium di Jerman, tata bahasa Latin di Inggris, dll. Adalah contoh perguruan tinggi yang mempersiapkan dan melatih siswanya untuk menjadi pemimpin – pemimpin elit.
          Meskipun ada banyak sekali para pelopor reformasi Protestan dan pereformasi yang bertentangan Katolik Roma, perhatian khusus diberikan kepada Martin Luther, Sang Pendukung Reformasi, atas ide – idenya dalam bidang pendidikan dan reformasi keagamaan dan dalam membentuk tatanan budaya Barat. Pada tahun 1517 Lutrher memakukan suratnya yang terkenal “ ninety – five theses” ke pintu benteng gereja di Wittenberg. Sejak saat itu Luther terlibat dalam rangkaian tindakan dan gerakan untuk menentang pihak gereja Katolik Roma dan juga Paus yang berkenaan dengan perihal kemanjaan, kewenangan Paus , dan kebebasan untuk bersuara sesuai hati nurani.
          Luther yang merupakan seorang professor pada sebuah universitas, mengenalkan bahwa reformasi pendidikan ialah sebuah kekuatan gabungan dari reformasi keagamaan. Pihak gereja, negara, keluarga, dan sekolah adalah agen dari reformasi.
          Keluarga merupakan agen penting dalam membentuk karakter anak – anak dengan memahamkan nilai – nilai kekristenan. Dia menganjurkan skala prioritas bagi orang tua untuk mengajarkan membaca dan nilai – nilai agama pada anak – anak mereka. Setiap kelurga keluarga seharusnya berdoa bersama – sama, membaca kitab Injil, mempelberjari katekismus dan melatih kemampuan berwirausaha. Luther percaya dan berpendapat bahwa pejabat publik sebagai pemangku kebijakan harus disadarkan terhadap tanggung jawab pendidikan mereka bagi masyarakat.  Surat yang berjudul “ Letter to the Mayors and Aldermen of All Cities of Germany in Behalf of Cristian School”    surat untuk para walikota dan anggota dewan (penyusun undang – undang) di seluruh kota di Jerman untuk kepentingan Sekolah – sekolah Kristiani –  menekankan muatan pengajaran / muatan kurikulum nya pada ; nilai – nilai spiritual, materi, dan manfaat – manfaat politik yang berasal dari  sekolah. Sekolah yang merupakan tempat untuk menghasilkan masyarakat yang terpalajar dan sebagai anggota gereja. Mereka akan mempersiapkan menteri – menteri terlatih yang akan memimpin kaum mereka dalam reformasi keagamaan kristianinya.  Pandangan Luther tentang sosial, keagamaan, dan kedudukan pendidikan bagi perempuan secara substansial tidak berbeda dengan pandangan dari abad pertengahan. Dia meyakini bahwa seorang suami sebagai pemimpin rumah memiliki otoritas penuh terhadap istrinya.
          Didalam penerapan reformasi pendidikannya, Luther dibantu oleh Philip Melanchton. Keduanya menginginkan untuk mengakhiri tindakan monopoli dari gereja  Katolik Roma melalui pendidikan dan sekolah – sekolah formal. Mereka mengharapkan negara untuk mengawasi sekolah – sekolah dan melisensi guru. Pada tahun 1559 m Melancthon membuat draf undang – undang dan peraturan – peraturan sekolah Wurtemberg yang kemudian menjadi model bagi negara Jerman. Sekolah – sekolah daerah didirikan disetiap desa untuk mengajarkan agama, membaca, menulis, aritmatika dan musik. Pada sekolah menengah di ajarkan gimnastium dan pada tingkat yang lebih tinggi diajarkan bahasa secara klasikal. Sementara itu dalam hal yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan alam mereka menggunakan sandaran pada kitab Injil.
8.    Pengaruh Pencerahan terhadap Pendidikan Barat
          Para filsuf, ilmuwan, dan sarjana dari era Pencerahan dengan jelas meyaikini bahwa adalah hal yang mungkin bagi manusia untuk mengembangkan kehidupan mereka, lembaga – lembaga mereka, dan keadaan mereka dengan menggunakan akal mereka dalam memecahkan segala persoalan. Misalnya, penggunaan metode ilmiah, para ilmuwan merumuskan tentang aturan – aturan / hukum alam.
          Ahli – ahli terpelajar yang ada di era ini seperti Diderot, Rousseau, Franklin, dan Jefferson yang komitmen terhadap pandangan bahwa manusia sedang maju dan menyongsong kearah sebuah dunia baru yang lebih baik. Jika manusia mengikuti alasan dan menggunakan metoda ilmiah, hal ini akan memungkinkan untuk melanjutkan kemajuan – kemajuan diplanet ini. Lebih khusus dalam pendidikan pada kurikulum sekolah mereka menekankan pada individualisme, persamaan derajat/penyetaraan, tanggung jawab kewarganegaraan, dan pemikiran intelektualitas.




         


BAB III
PENUTUP
3.1    Kesimpulan
Kita telah menguji pertanyaan – pertanyaan sesuai konteks sejarah (pendidikan) yang berkenaan dengan pembelajaran dan pengajaran yang alamiah yang dirumuskan pada awal makalah ini. Apakah pengetahuan? Apa yang dimaksud dengan pendidikan? Apakah yang dimaksud dengan sekolah ? siapa yang seharusnya hadir di sekolah? Bagaimanakah pengajaran dan pembelajaran seharusnya ditangani?
Dengan jelas, beberapa jawaban yang diberikan oleh para pakar pendidik dimasa lalu telah mempengaruhi kita di masa kini.  Meskipun tanggapan dari jawaban tersebut diterjemahkan dengan tidak lengkap dan bersifat ambigu.
Asal dari pendidikan Amerika yang telah ditemukan oleh pengalaman pendidik di Eropa. Meskipun hubungan antara pendidikan pada masyarakat primitif dan masyarakat Amerika sangatlah berbeda tipis. Sekolah, yang telah melalui abad dari sejarah manusia, telah melibatkan tingkatan dan derajat perpindahan dari warisan budaya dari generasi ke generasi berikutnya. Corak dan ciri ini telah ditemukan pada pendidikan primitif dan modern. Pada Yunani kuno, konsep manusia terpelajar/terdidik, penyelidikan dengan landasan rasionalitas, dan kebebasan berpikir yang telah dicetuskan oleh Socrates, Plato, dan Aristotle.
Ide – ide pendidikan retorika telah dikembangkan oleh ahli – ahli filsafat yang disarikan oleh Isocrates, Cicero dan Quintilian.
Sementara itu selama periode  abad pertengahan peletak dasar dari universitas – universitas modern dibentuk / didirikan di Bologna dan Paris. Pendidikan pertengahan dipengaruhi oleh suatu tingkatan matematika dan kontribusi ilmu pengetahuan yang telah memasuki dunia Barat dari sebuah jalan dari Arab. Konsep manusia terdidik yang liberal dikembangkan oleh ahli pendidik humanis klasik era Renaissance. Dengan penekanan terhadap melek hurufnya dan pendidikan ala sekolah (pendidikan) daerah/vernakular, pereformasi protestan memiliki pengaruh langsung terhadap sekolah yang telah dibentuk di kolonial Amerika. Ide – ide pencerahan khususnya berpengaruh di Amerika setelah perang revolusioner, tapi mereka meneruskan untuk mempengaruhi pendidikan khususnya Amerika hingga saat ini.

















DAFTAR PUSTAKA

Ornstein,c.Allan and Levine, U.Daniel. An Introduction to the Foundations of Education; third edition. Houghton Mifflin Company, Boston, New Jersey. 1884. United Stated of America.